Gulir ke bawah!
Hukum

Ahok Diberondong 14 Pertanyaan soal Korupsi Pertamina

9694
×

Ahok Diberondong 14 Pertanyaan soal Korupsi Pertamina

Sebarkan artikel ini
Ahok di kejagung dok istw
Eks Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memenuhi panggilan Kejaksaan Agung, Kamis (13/3). (Foto/Istimewa)

KOMA.ID, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Kamis (13/3). Ahok diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mintah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan, ada 14 pertanyaan yang diajukan penyidik kepada Ahok. Salah satunya terkait peran dan posisi Ahok selaku Komisaris Utama PT Pertamina terkait pengawasan impor ekspor minyak hingga produk kilang. Diketahui Ahok menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina pada 2019-2024.

Silakan gulirkan ke bawah

“Setidaknya ada 14 pertanyaan pokok yang diajukan kepada yang bersangkutan, lebih melihat kepada bagaimana tugas fungsi yang bersangkutan sebagai Komisaris Utama dalam perusahaan atau korporasi holding PT Pertamina Persero. Terkait dengan pelaksanaan fungsi dalam konteks melakukan aktivitas pengawasan, ya pengawasan dalam kaitan dengan importasi atau tata kelola minyak mentah dan produk kilang di subholding PT Pertamina Patra Niaga,” kata Harli kepada wartawan, di Kejagung, Jakarta Selatan.

Dikatakan Harli, PT Pertamina Patra Niaga sebagai subholding PT Pertamina melakukan aktivitas ekspor impor. Harli menyebut Ahok mengetahui aktivitas perusahaan yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Ahok dalam pemeriksaan, disebut Harli, mengetahui terkait aktivitas ekspor minyak mentah. Selain itu, kata Harli, Ahok disebut juga mengetahui terkait impor minyak mentah dan produk kilang.

“Bahwa sesungguhnya penyidik tentu ingin mendalami bagaimana peran yang bersangkutan sebagai Komisaris Utama dalam kaitan dengan impor-ekspor, katakan kalau impor itu kan ada minyak mentah dan juga produk kilang,” ungkap Harli.

Ahok dalam pemeriksaan juga membawa sejumlah dokumen. Jika keteranganya masih dibutuhkan, Ahok masih berpeluang kembali diperiksa penyidik.

“Bahwa tadi saksi kan kalau membawa dokumen itu kan itu adanya di Pertamina, jadi ada mungkin dalam softcopy. Nah itu kan kita mau dokumennya, jangan sampai ada data yang berbeda, nanti kita mintakan dulu, kemudian akan dipelajari, kalau memang masih diperlukan tentu akan dilakukan pemeriksaan lagi,” tutur Harli.

Usai menjalani pemeriksaan selama 10 jam, Ahok sempat memberikan keterangan kepada awak media. Ahok mengaku kaget baru banyak mendengar soal operasional.

“Saya juga kaget-kaget, gitu lho,” ujar Ahok.

Ahok mengklaim, baru mendengar sejumlah hal baru. Di antaranya terkait dugaan penyimpangan dan transfer. Namun, kata Ahok, dirinya tak mendengar hingga ke operasional di anak-anak perusahaan atau subholding.

“Saya juga kaget-kaget. Subholding kan saya enggak bisa sampai ke operasional. Saya juga kaget-kaget juga dikasih tahu penelitian ini ada fraud apa,” ujar dia.

Namun, Ahok saat ini enggan menjelaskan secara detail terkait hal itu. “Ini ada soal sesuatu yang saya enggak bisa ngomong. Nanti di sidang pasti penyidik akan ngasih lihat,” tandas Ahok.

Diketahui, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini. Yakni, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; dan Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin. Lalu, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Sementara pihak swasta yang dijerat sebagai tersangka yakni pemilik PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.

Kejagung menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sejauh ini Kejagung memperkirakan perbuatan rasuah atas kasus ini merugikan keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun.

Jangan lupa temukan juga kami di Google News.