Koma.id – Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru sudah disahkan oleh pemerintah dan akan segera diterapkan. Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, KUHP Baru membawa spirit lebih dekat dengan filosofi hukum di tengah-tengah masyarakat. KUHP baru diterapkan pada tahun 2026.
“Presiden Prabowo Subianto menekankan hukum dan hak asasi manusia (HAM) harus direformasi, bukan hanya norma hukumnya, tetapi juga aparatur penegak hukum, sarana, dan prasarana,” kata Yusril di Jakarta, Rabu (11/12).
Ia memastikan, awal Januari 2026, Indonesia akan menerapkan KUHP baru dan tidak lagi menggunakan KUHP warisan kolonial Belanda.
KUHP baru itu mempunyai filsafat penghukuman yang jauh berbeda dengan KUHP peninggalan Belanda karena KUHP baru ini tidak berorientasi pada penghukuman, tetapi lebih pada keadilan restoratif dan rehabilitasi.
“Saya kira spirit KUHP baru itu lebih dekat pada filosofi hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat,” jelasnya.
KUHP baru itu lebih dekat dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, seperti hukum adat dan hukum Islam.
Ia mengakui, masih banyak orang yang beranggapan bahwa hukum pidana Islam itu keras dan kejam, namun sesungguhnya dalam hukum Islam banyak kemudahan.
“Dalam hukum pidana Islam itu, orang yang membunuh pun disuruh bermusyawarah dengan korban pembunuhan, mau memaafkan damai, mau mengganti rugi diyat atau minta dihukum mati,” ujarnya.
Kalau ahli waris korban minta hukum mati, kata Yusril, hakim akan mengadili.
“Permintaannya pun bukan datang dari jaksa, namun dari ahli waris karena ahli waris itulah yang secara langsung menderita akibat kematian orang yang dibunuh,” katanya.
Dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, pengguna narkotika harus direhabilitasi, bukan lagi dijatuhi hukuman pidana penjara. “Ada perubahan dalam Undang-Undang Narkotika, dimana para korban pemakai tidak lagi dipidana, tapi harus direhabilitasi,” kata Yusril.
Menurutnya, pengguna narkotika sejatinya dikategorikan sebagai korban sehingga perlu direhabilitasi dengan tetap dibina oleh negara. Cara ini diharapkan dapat mengurai permasalahan jumlah warga binaan di lembaga pemasyarakatan yang membeludak.
“Barangkali warga binaan akan berkurang secara drastis, tapi bukan berarti mereka ini bebas karena mereka tidak dipidana masuk LP, tapi mereka harus direhabilitasi,” ujar Yusril.
Yusril bercerita, penyusunan KUHP baru membutuhkan diskusi panjang yang tidak terlepas dari perdebatan dan kontroversi. Namun begitu, Yusril meyakini bahwa KUHP baru mengakomodasi filosofi hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia.