Koma.id – Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan pembahasan mengenai RUU Penyiaran harus melibatkan dan mengakomodasi masukan dari berbagai elemen, termasuk insan pers.
“Sebagai mantan jurnalis, saya tentu berharap RUU Penyiaran tidak menimbulkan kesan sebagai ‘wajah baru’ pembungkaman pers,” kata Budi dalam keterangan tertulis pada Jumat (17/5/2024).
“Oleh karena itu, pembahasan RUU ini perlu mengakomodasi masukan dari berbagai elemen, utamanya insan pers demi mencegah munculnya kontroversi yang tajam,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah memiliki komitmen penuh untuk mendukung dan menjamin kebebasan pers, termasuk peliputan investigasi yang menjadi salah satu sorotan dalam RUU Penyiaran.
Menurutnya, pers yang bebas adalah wujud dari demokrasi Indonesia yang sehat dan maju.
“Pemerintah berkomitmen penuh mendukung dan menjamin kebebasan pers termasuk dalam peliputan-peliputan investigasi,” kata Budi.
“Berbagai produk jurnalistik yang dihadirkan insan pers adalah bukti demokrasi Indonesia semakin maju dan matang,” ujarnya.
Draf RUU Penyiaran tengah mendapatkan sorotan dari publik. Pasalnya, beberapa pasal dalam RUU tersebut dinilai mampu melemahkan pers di Indonesia.
Dewan Pers dan seluruh komunitas pers telah menyatakan menolak isi draf RUU Penyiaran karena dinilai bertentangan dengan Pasal 4 Ayat 2 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pers Dr Ninik Rahayu dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5/2024).
“Kami menolak RUU Penyiaran. Kami menghormati rencana revisi UU Penyiaran tetapi mempertanyakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 justru tidak dimasukkan dalam konsideran RUU Penyiaran,” kata dia, dikutip dari laman resmi Dewan Pers.
RUU Penyiaran diketahui merupakan inisiatif DPR yang direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Namun, apabila RUU Penyiaran itu diberlakukan, lanjut Ninik, maka tidak akan ada lagi independensi pers, dan pers menjadi tidak profesional.