Koma.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegaskan tak akan segan menjatuhkan sanksi kepada partai politik yang mengusung politik identitas di Pemilu 2024.
Pihaknya juga memastikan akan menjatuhkan hukuman yang berat bagi para pelaku parpol yang mengedepankan politik identitas.
“Jika ada partai politik yang menggunakan politik identitas atau politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan, Red) maka akan berhadapan langsung dengan Bawaslu,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/2/2023).
Sanksi pertama adalah teguran agar parpol itu berhenti menggunakan narasi identitas dan SARA. Namun, Bagja tak menjelaskan sanksi lanjutnya dalam bentuk apa apabila parpol tidak mematuhi teguran.
Pernyataan Bagja itu merupakan respons atas sikap resmi Partai Ummat yang ingin menggunakan politik identitas Islam dan menggunakan masjid sebagai sarana kampanye untuk memenangkan Pemilu 2024. Bawaslu sangat menyesali sikap partai besutan Amien Rais itu.
Pasalnya, lanjut Bagja, gelaran Pemilu 2019 sudah menunjukkan betapa besarnya masalah yang muncul ketika politik identitas digunakan. Masyarakat bisa saling bersitegang dan terpecah. Menurut dia, politisasi identitas merupakan cara berpolitik yang pada akhirnya berubah menjadi politisasi SARA.
“Oleh sebab itu, kami dari sejak awal Bawaslu berdiri adalah lembaga yang anti terhadap politisasi SARA,” kata Bagja menegaskan.
Penggunaan tempat ibadah untuk berpolitik juga merupakan persoalan besar. “Jangan sampai nanti pada saat kampanye kita melihat tempat ibadah A capresnya A, tempat ibadah B capresnya B. Apa yang akan terjadi dengan kerukunan kita ke depan kalau banyak orang yang melakukan kampanye melalui politisasi identitas, politisasi SARA, dan politisasi lain-lain?” ujar Bagja.
Sebelumnya, Partai Ummat terang-terangan mendeklarasikan akan menggunakan politik identitas sebagai strategi pemenangan Pemilu 2024.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Ashari mengingatkan aturan yang melarang dilakukannya muatan materi politik identitas.
Dalam UU 7/2017 tentang Pemilu diurai pada Pasal 280 ayat (1) terkait larangan menyampaikan materi kampanye berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
“Di UU Pemilu kan sudah jelas ada aturan menggunakan instrumental SARA kalau dalam bahasa UU, atau (bisa disebut) politik identitas sebagai sarana atau alat untuk mensosialisasikan diri atau mengkampanyekan diri, itu kan dilarang UU,” ujar Hasyim.
Pihaknya mengingatkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI untuk memberikan tindakan kepada parpol peserta Pemilu Serentak 2024 yang melakukan sosialisasi dengan muatan SARA atau politik identitas.
“Kalau ada seperti ini, saya rasa teman-teman Bawaslu bisa memberikan teguran atau peringatan melalui surat peringatan, bahwa yang begitu enggak boleh atau dilarang Undang-undang,” tukasnya.