KOMA.ID – Kuasa hukum KPU, Hifdzil ‘Alim menyampaikan permohonan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak dan tidak menerima semua permohonan yang diajukan oleh para pemohon dalam gugatan PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum).
“Permohonan pemohon haruslah ditolah atau sekurang-kurangnya tidak dapat diterima,” kata Hifdzil dalam pembacaan tanggapan pihak pemohon dalam sengketa PHPU di MK, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (28/3).
Ada banyak alasan mengapa pihaknya memohonkan agar permohonan para pemohon ditolak. Beberapa di antaranya adalah ; materi permohonan tidak ada kaitannya dengan perselisihan hasil, sehingga pihak termohon menganggap permohonan para pemohon tidak jelas dan kabur.
“Dalil-dalih permohonan tidak jelas dan kabur, baik mengenai pihak objek sengketa, tempat terjadinya, dan dasar hukum yang dipergunakan sebagai dasar permohonan yang sama sekali tidak mengarah pada perkara khusus dengan hasil pemilihan umum,” jelasnya.
Alih-alih protes terhadap proses perselisihan Pemilu, Hifdzil mengatakan bahwa KPU menilai obyek sengketa sama sekali tidak menyentuh substansi perselisihan hasil, melainkan tuduhan yang tidak mendasar dan terkesan mengada-ada.
“Bahwa pemohon tidak mendalilnya adanya perselisihan hasil pemilihan umum, melainkan hal-hal seperti ; nepotisme, pengangkatan pejabat Kepala Daerah yang masif untuk mengarahkan pilihan, keterlibatan aparatur negara, pengerahan kepala desa, sampai dengan penyalahgunaan bantuan sosial,” paparnya.
Oleh sebab itu, ini adalah salah satu alasan mengapa termohon memohon kepada majelis hakim Konstitusi untuk menolak dan membatalkan permohonan para pemohon, baik pemohon I maupun pemohon II.
“Permohonan pemohon nyata nyata telah kabur keluar dari perihal permohonan dan semakin tidak jelas mendalilkan adanya perselisihan hasil pemilihan umum,” tegasnya.
Selain itu, Hifdzil juga menganggap bahwa dalam proses pemilu yang berlangsung, sama sekali tidak ada sanggahan atau keberatan yang diajukan kepada termohon terhadap kepesertaan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta pemilu. Bahkan sepanjang 5 (lima) kali debat di Pilpres 2024 yang difasilitas oleh KPU, semua berjalan sebagaimana mestinya, tidak ada keberatan apa pun diajukan para pemohon atas kepesertaan Gibran di panggung debat resmi itu.
“Andai pun pemohon mendalilkan penetapan pasangan calon wakil presiden nomor urut 2 tidak memenuhi syarat formal, semestinya pemohon melayangkan keberatan atau setidak-tidaknya keberatan ketika pelaksanaan, mulai dari pengundian nomor urut pasangan calon sampai dengan pelaksanaan kampanye dengan metode debat pasangan calon,” tandasnya.
Sayangnya, hal itu pun tidak terjadi. Dan memang sama sekali tidak ada keberatan yang dilayangkan secara formil dari pihak paslon 01 Anies – Imin dan 03 Ganjar – Mahfud. Sehingga proses pemilu tetap berlanjut sesuai dengan semestinya.
“Bahwa dalam kenyataannya pemohon tidak mengajukan keberatan sama sekali kepada termohon, baik ketika pelaksanaan pengundian nomor urut Pasangan calon maupun kampanye dengan metode debat pasangan calon,” papar Hifdzil.
“Sebaliknya, pemohon bersama sama pasangan calon nomor 2 mengikuti tahapan pengundian nomor urut dan tahapan kampanye dengan metode debat pasangan calon,” lanjutnya.
Dengan demikian, pihak termohon merasa aneh ketika hasil Pemilu mendapati suara paslon 01 dan 03 sebagai pemohon kalah dalam proses pemungutan suara hingga rekapitulasi suara nasional, obyek itu menjadi sengketa di Mahkamah Konstitusi hari ini.
“Sekali lagi Yang Mulia, pemohon tidak menyampaikan keberatan apa pun. Bahwa tampak aneh apabila pemohon baru mendalilkan dugaan tidak terpenuhi syarat formil pendaftaran pasangan calon presiden tahun 2024 setelah diketahui hasil penghitungan suara,” tukasnya.
Oleh sebab itu, termohon dalam hal ini KPU malah mempertanyakan apa motif utama dari permohonan para pemohon sehingga mengajukan gugatan tersebut setelah hasil Pemilu yang menunjukkan bahwa suara mereka tidak menguntungkan bagi para pemohon.
“Pertanyaannya adalah, andaikata pemohon memperoleh suara terbanyak dalam pemilu 2024, apakah pemohon akan mendalilkan dugaan tidak terpenuhi syarat formal pendaftaran pasangan calon,” ketusnya.
Dengan demikian, tuduhan para pemohon yang sengaja meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres nomor urut 02 dengan cara melanggar hukum jelas lemah dan tidak terbukti sah meyakinkan.
“Bahwa dalil pemohon yang menuduh termohon sengaja menerima pencalonan Pasangan calon nomor 2 secara tidak sah dan melanggar hukum menjadi tidak terbukti,” ucapnya.