Gulir ke bawah!
HeadlineNasional

Jelang Pilpres 2024, Partai Buruh Mulai Temui Komisioner KPU dengan Dalil Bahas Hal Krusial

14106
×

Jelang Pilpres 2024, Partai Buruh Mulai Temui Komisioner KPU dengan Dalil Bahas Hal Krusial

Sebarkan artikel ini
Said Iqbal Presiden Partai Buruh
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal.

Jakarta, Koma.Id – Menjelang Pilpres 2024, Presiden Partai Buruh bersama sejumlah pengurus dewan pimpinan pusat Partai Buruh mulai menemui para komisioner KPU. Alasannya untuk mendiskusikan hal krusial mengenai sejumlah aturan Pemilu yang disebut mereka tidak adil.

“Contohnya adalah aturan yang membatasi hak masyarakat untuk menjadi anggota partai,” kata Said Salahudin, Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Kamis (8/6/2022).

Silakan gulirkan ke bawah

Said menjelaskan, dalam Peraturan KPU (PKPU) maupun dalam draf PKPU yang mengatur mengenai pendaftaran dan verifikasi, misalnya, pada pokoknya ditentukan bahwa keanggotaan seseorang di suatu partai politik harus didasari pada alamat yang tertera pada KTP elektronik mereka.

Aturan ini dibuat terkait adanya syarat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menentukan partai politik wajib memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/ 1.OOO dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik tingkat kabupaten/kota.

Merujuk PKPU tersebut, seseorang yang alamat KTP-nya di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, misalnya, dia hanya boleh terdaftar sebagai anggota pada kepengurusan partai di Kabupaten Semarang saja.

Statusnya sebagai anggota partai tidak diakui bila dia terdaftar pada kepengurusan partai di kabupaten/kota yang lain di Indonesia. Ketentuan ini berlaku sekalipun faktualnya yang bersangkutan nyata-nyata berdomisili di Kabupaten Bekasi Jawa Barat, misalnya.

Orang Semarang hanya boleh terdaftar sebagai anggota partai di Semarang. Orang Bekasi hanya boleh terdaftar sebagai anggota partai di Bekasi. Begitu prinsipnya menurut aturan KPU.

“Nah, aturan yang demikian jelas bertentangan dan melanggar hak-hak sipil serta hak-hak politik warga negara sebagaimana telah dijamin oleh UUD 1945,” ucapnya.

Bagaimana mungkin untuk sekedar menjadi anggota parpol saja masyarakat dibebani syarat harus beralamat sesuai dengan KTP, sedangkan untuk menjadi calon pejabat negara seperti untuk menjadi caleg DPR RI atau DPD RI saja tidak ada kewajiban calon untuk bertempat tinggal sesuai dengan alamat KTP di daerah pemilihannya.

“Nah, disini saya lihat KPU tampaknya keliru dalam menafsirkan makna penduduk yang dimaksud dalam UU Pemilu. Dalam bayangan KPU, satu-satunya parameter penduduk adalah KTP. Padahal tidak demikian,” lanjutnya.

Definisi penduduk telah tegas diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.”

Pengertian itu ditegaskan kembali dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan.

“Jadi, merujuk pada pengertian konstitusi tersebut, tolok ukur penduduk yang sesungguhnya adalah tempat tinggal, bukan KTP. Adapun tempat tinggal penduduk tidak selalu sama dengan yang tertera di KTP mereka,” tutupnya.

Jangan lupa temukan juga kami di Google News.