Koma.id, Jakarta – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) berkolaborasi dengan UIN Syarif Hidayatullah menyelenggarakan acara Bedah Buku “Pancasila, dari Indonesia untuk Dunia” di kampus UIN Ciputat, 16 Mei 2024. Acara yang dibuka oleh Kepala BPIP, Prof. Dr. Yudian Wahyudi dan Rektor UIN Prof. Dr. Asep Saepudin Jahar dihadiri kurang lebih 200 civitas akademika UIN.
Acara bedah buku tersebut menghadirkan tiga pembicara, yaitu Dr. Darmansjah Djumala, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri; Prof. Dr. Ali Munhanif, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN dan Prof. Dr. Khamami Zada, Asisten Staf Khusus Wakil Presiden. Sebagai penulis buku, dalam pengantar diskusi, Dr. Djumala, yang pernah bertugas sebagai Duta Besar untuk Austria dan PBB, menyampaikan buku tsb. diterbitkan oleh BPIP dengan tujuan memberikan pemahaman kepada publik tentang relevansi nilai Pancasila dengan kebijakan luar negeri dan diplomasi Indonesia.
Diungkapkan oleh Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden/Sekretaris Presiden era Presiden Jokowi periode pertama, bahwa Pancasila pertama kali diperkenalkan ke dunia internasional oleh Bung Karno ketika beliau berpidato di depan Sidang Majelis Umum PBB di New York pada 30 September 1960. Dengan pidatonya yang berjudul “To Build the World Anew”, Bung Karno memperkenalkan Pancasila ke peserta Sidang Majelis Umum PBB.
“Di tengah dunia yang dihantui oleh tarikan kepentingan dan rivalitas dua ideologi besar yang hegemonik dalam konteks Perang Dingin, Bung Karno menawarkan sila-sila Pancasila agar dapat menginspirasi dunia dalam membangun persahabatan dan menyelesaikan perselisihan.” ungkap Dr. Djumala.
Ditegaskan oleh Bung Karno, Pancasila mengandung nilai universal dalam fatsun relasi hubungan antar-negara, apa pun ideologinya. Pancasila adalah Ideologi Perdamaian. Dengan nilai-nilai universalnya, Pancasila adalah ideologi yang mendekatkan dan mempersatukan.
Dr. Djumala lebih jauh menjelaskan bahwa nilai Pancasila selama ini selalu terefleksi dalam kegiatan diplomasi Indonesia. Hal itu dapat dilihat di dalam serangkaian kegiataan internasional yang digagas Indonesia seperti Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Gerakan Non-Blok, Presidensi Indonesia di Dewan Keamanan PBB, peran Indonesia dalam program Covax terkait vaksin Covid, Keketuaan Indonesia di G2o dan diplomasi kemanusiaan untuk Palestina dan Rohingya.
Pada bagian lain, Djumala mengungkapkan bahwa pidato Bung Karno di PBB tentang Pancasila sudah diakui oleh UNESCO sebagai Memory of the World. Ini berarti naskah pidato itu terbuka bagi akademisi dan pemikir dunia untuk mempelajarinya sebagai nilai etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terkait relevansi nilai Pancasila dengan situasi politik global dewasa ini, Dr. Djumala menegaskan, di tengah situasi dunia yang masih diwarnai oleh perang saudara dan disintegrasi bangsa bermotif agama, budaya dan etnik, Indonesia dengan Pancasilanya justru mampu menjadi contoh sebagai negara yang tangguh dalam menghadapi dan mengelola perbedaan dan keberagaman. Indonesia membuktikan diri sebagai negara mayoritas Muslim bisa mengadopsi demokrasi, menampilkan wajah Islam yang moderat, toleran dan menghargai keberagaman.
“Dalam pergaulan internasional, Pancasila mengukuhkan citra Islam moderat, toleran dan hargai keberagaman sebagai asset diplomasi RI”, demikian simpul Dr. Djumala dalam keterangannya.