Koma.id – Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan peristiwa sejarah sebagai momentum penting bangsa Indonesia dalam upaya meletakkan dasar kedaulatan negara untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa keluar dari belenggu penjajahan. Tujuan negara dengan jelas dan tegas menyatakan untuk membentuk suatu pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Berdasarkan pada tujuan bernegara Indonesia di atas, maka hakikat proklamasi dalam konteks sejarah adalah upaya terus menerus untuk menjaga, merawat dan mendorong perwujudan cita-cita proklamasi kemerdekaan 1945 tersebut. Namun, pada kenyataannya, apa yang dikumandangkan pada Proklamasi tersebut masih jauh dari harapan kita semua. Terdapat banyak kekurangan, kesenjangan antara kaya dan miskin, ketimpangan pembangunan perkotaan dan pedesaan, distribusi keadilan yang tak merata. Selain itu terdapat struktur ekonomi yang timpang sebagai akibat dari warisan dualisme sistem ekonomi kolonial, Penguasaan Sumber Daya oleh segelintir orang menambah pula jurang yang menganga antara yang kaya dan miskin.
Kami juga mencermati masalah yang paling ironis adalah di mana cita-cita keadilan yang belum terwujud, korupsi merajalela baik dipusat maupun didaerah dan praktik perburuan rente ekonomi yang serakah. Selain itu, penyelenggaraan hukum masih tajam ke bawah, tumpul ke atas, hilangnya budaya malu dalam negara. Meminjam kata-kata Mahatma Gandi, dunia ini cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan manusia, tetapi tidak cukup bagi orang yang serakah.
Kami berpandangan bahwa munculnya banyak problematika kebangsaan tersebut, diakibatkan oleh terkikisnya kesadaran bangsa kita akan sejarah dimana terjadi peristiwa besar Proklamasi yang diperjuangkan oleh tokoh tokoh besar kita sudah mulai dilupakan, sehingga membuat masa depan bangsa kita berjalan ditempat (going nowhere).
Dalam konteks itu, kami Forum Aktivis Nasional (FAN) hadir mengingatkan untuk menggelorakan dan membangkitkan kesadaran sejarah dengan merawat memori kolektif kita mengenai dasar-dasar kebangsaan, kesadaran untuk mencapai keadilan dan kemakmuran.
Dengan demikian, FAN hadir bukan saja untuk membahas masalah-masalah current issue, tetapi juga lebih dari itu kami berkomitmen untuk membongkar kesadaran atas kelalaian dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Dalam kenyataannya menunjukkan betapa buruknya fungsi pelaksanaan kontrol terhadap kekuasaan, sehingga kekuasaan politik Indonesia cenderung berjalan tidak dalam kehendak rakyat dan konstitusi. Hal ini benar yang dikatakan Lord Acton, “power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely, “ Begitu juga dengan kedaulatan rakyat yang kita peroleh dari perjuangan kemerdekaan dengan gampang dirampas hingga rakyat tidak berdaya.
Oleh karena itu, FAN ingin menegaskan kembali tentang pentingnya pengawasan kekuasaan supaya kekuasaan berjalan sebagaimana mestinya tujuan bernegara dan pelaksanaan kekuasaan berdasarkan rule of law dan berdasarkan prinsip pembudayaan etika dan moral.
Pada akhirnya, FAN ingin menegaskan bahwa demokratisasi dapat terlaksana dengan pelaksanaan dan konsistensi peran dan fungsi hukum (rule of law) yang efektif. Untuk itu FAN akan mengawal proses demokrasi Indonesia dan mengajak berbagai komponen bangsa, agar rule of law dapat ditegakkan karena demokrasi tanpa rule of law akan mengalami political decay. Sebagaimana dikatakan diajarkan oleh agama, menyatakan, ”barangsiapa yang hari sekarang lebih baik dari hari kemarin, maka termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia orang yang merugi, barangsiapa hari ini, lebih jelek dari kemarin, maka dia orang yang terlaknat.”
Kami berpandangan pentingnya peranan creative minority sebagaimana dikatakan sejarawan, Arnold J. Toynbee. Dalam hal ini Forum Aktivis Nasional (FAN) tampil menggelorakan semangat sejarah dengan menggerakkan berbagai potensi aktivis nasional Indonesia agar bangsa besar ini tidak mengalami kejatuhan, sebagaimana pada pengalaman sejarah kekuasaan Nusantara I (Sriwijaya), Nusantara II (Majapahit). Salah satu penyebab dari runtuhnya kekuasaan Nusantara I dan II tersebut, akibat gejala korupsi yang merajalela dan ketamakan yang terjadi pada masa kekuasaan raja-raja masa lalu. Dan pada Nusantara III, Indonesia modern yang akan memasuki usia 79 tahun, maka tanggungjawab pemuda sebagai creative minority adalah memenuhi panggilan sejarah sebagaimana ditegaskan oleh Dr. Ir. Soekarno, ”Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.” Hal itu penting mengingat panggilan sejarah adalah ingatan masa lalu, untuk kebaikan masa sekarang dan masa depan adalah cerminan masa sekarang. Pentingnya makna sejarah, diungkapkan kritikus George Santayana bahwa mereka yang tidak mengambil pelajaran dari sejarah, maka mereka ditakdirkan untuk mengulanginya.
Untuk itu Forum Aktivis Nasional (FAN) hadir sebagai wadah berhimpun bagi siapa saja yang ingin memikul tanggung jawab sejarah. Panggilan sejarah ini hanya ada pada anak anak muda yang peduli akan masa depan yang maju dan gemilang.
Sekali lagi, seperti dikatakan orang bijak: ”Barangsiapa yang hari sekarang lebih baik dari hari kemarin, maka termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia orang yang merugi, barangsiapa hari sekarang lebih jelek dari kemarin, maka dia orang yang terlaknat, celaka.”
Merdeka !!
Jakarta, 02 Mei 2024
Forum Aktivis Nasional,