Koma.id – Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR Dr Listiyono Santoso, mengatakan demokrasi di Indonesia harus dilaksanakan dengan santun dan baik.
Hasil pemilihan umum menjadi kabar yang harus masyarakat terima, baik oleh pendukung pihak yang menang maupun yang kalah. Namun, pada kenyataanya situasi politik masih belum sepenuhnya mencair.
Budaya berpolitik yang kerap penuh dengan perseteruan dan saling menghujat akibat perbedaan pilihan masih terus ada, khususnya di media sosial. Hal ini tidak jarang menimbulkan keresahan.
“Pelaksanaan demokrasi di Indonesia harusnya bisa dilakukan dengan baik dan santun, sesuai sila ke-4 Pancasila,” ucap Listiyono.
Ia mengatakan, seharusnya elite politik di Indonesia memberikan edukasi politik yang baik sehingga budaya saling menghujat tidak terjadi. Elite politik juga dapat memberikan teladan bahwa kontestasi dan kompetisi politik adalah hal yang wajar dalam proses demokrasi.
“Para elite politik seharusnya memberikan teladan yang baik pada masyarakat. Dengan menitikberatkan pada pola pikir bahwa kontestasi politik adalah hal yang biasa. Menang ora umuk, kalah ora ngamuk,” terangnya.
Listiyono melanjutkan, jika elite politik telah mengajari masyarakat bahwa kontestasi politik bukan untuk saling menjatuhkan. Melainkan cara untuk mencari pemimpin yang terbaik, maka masyarakat akan mencontohnya.
“Budaya saling berseteru dan saling menghujat akan hilang jika elite politik memberikan teladan yang baik bahwa kontestasi politik adalah hal yang wajar. Sehingga, masyarakat akan memiliki pola pikir bahwa kontestasi politik merupakan cara untuk mencari pemimpin terbaik, lalu budaya perseteruan perlahan bisa dihilangkan,” imbuh Listiyono.
Listiyono mengatakan, proses politik yang ada di Indonesia harus berkiblat pada sila ke-4 Pancasila. Artinya, lanjut Listiyono, politik Indonesia menitikberatkan pada hikmah dan kebijaksanaan. Berdasarkan sila ke-4, tambahnya, kultur politik Indonesia adalah kontestasi yang bertujuan untuk mendapatkan kebaikan.
“Langgam politik kita harus kembali berdasarkan hikmah dan kebijaksanaan. Sehingga pada prosesnya, kontestasi adalah hal wajar, begitu juga dengan kompetisi sebagai hal wajar. Namun, saling menghujat, saling mencaci, saling mempertentangkan satu sama lain harus dihindari,” tutur Listiyono.