Koma.id – Konflik Timur Tengah, Israel-Iran memanas. Terbaru, Iran melancarkan serangan besar-besaran terhadap Israel sebagai balasan atas serangan udara pada 1 April lalu.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai eskalasi konflik Israel-Iran ini dipastikan akan berdampak pada perekonomian global termasuk Indonesia.
Keperihatinan utamanya adalah gangguan pasokan dan kenaikan harga minyak karena Selat Hormuz di Iran merupakan jalur perdagangan vital untuk ekspor minyak.
“Hal ini dapat berdampak merambat pada ekonomi global, termasuk Indonesia, yang sangat bergantung pada impor minyak,” pungkas Rendy pada Kontan.co.id, Minggu (14/4).
Rendy mengamati dalam seminggu terakhir pergerakan nilai harga minyak telah mencapai US$ 85/barel atau di atas asumsi makro untuk harga minyak yang ditetapkan pemerintah yaitu US$ 82/barel.
Menurutnya, harga minyak ini bisa lebih tinggi lagi, jika ketegangan antara Israel dan Iran terus berlanjut. Mengingat, Iran merupakan salah satu produsen minyak global.
Untuk itu, dengan ancaman ini ke depan pemerintah perlu melakukan penyesuaian kebijakan fiskal terutama untuk merespons kenaikan harga minyak tersebut. Apalagi, Indonesia salah satu negara importir minyak dari Iran.
Selain itu, konflik juga bisa mempengaruhi nilai tukar mata uang di Indonesia karena investor akan mencari aset yang lebih potensialnya dapat menyebabkan penurunan nilai rupiah.
“Tingkat volatilitas rupiah itu akan lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu dan kondisi depresiasi yang dialami oleh nilai tukar Rupiah per peluang akan terjadi lebih lama,” ungkap Rendy.
Lebih jauh lagi, kasus konflik Israel-Iran ini berpotensi menjatuhkan ekonomi global ke dalam jurang resesi karena adanya ketidakpastian yang menyebabkan investor cenderung wait and see.
Meski begitu, menurutnya Indonesia akan terhindar dari resesi jika Indonesia memiliki stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.