Gulir ke bawah!
Opini

Merajut Keutuhan Bangsa melalui Halal Bi Halal dan Rekonsiliasi Politik

14017
×

Merajut Keutuhan Bangsa melalui Halal Bi Halal dan Rekonsiliasi Politik

Sebarkan artikel ini

Koma.id – Halal bi Halal, yang dilakukan pada Hari Raya Idul Fitri, mengandung kedalaman makna signifikan dalam memperkuat silaturrahim antara umat Muslim. Lebih dari sekedar pertemuan, ini adalah manifestasi nyata dari nilai-nilai kebersamaan, pengampunan, dan interaksi hangat yang penuh kasih sayang. Setiap momen dalam tradisi ini memberi kesempatan bagi individu untuk membuka lembaran baru dalam hubungan antar sesama, menghilangkan segala bentuk kebencian dan kesalahpahaman.

Halal bi Halal menggambarkan indahnya Islam dalam merajut kebersamaan dan kedamaian, menunjukkan bagaimana nilai-nilai keagamaan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, menjadikannya lebih dari sekedar praktik keagamaan. Melainkan penegasan esensi ajaran Islam tentang harmoni dan perdamaian dalam keberagaman.

Silakan gulirkan ke bawah

Silaturrahim yang tercermin dalam Halal bi Halal juga berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan dasar ibadah dalam Islam, meresap dalam setiap unsur dari syahadat hingga haji. Ini menekankan bahwa ibadah dalam Islam tidak hanya hubungan manusia dengan Tuhan tapi juga melibatkan interaksi positif antar manusia.

Unsur silaturrahim terwujud dalam berbagai bentuk ibadah, dari sholat berjamaah yang menyatukan, puasa yang membangun empati, zakat sebagai bentuk kepedulian sosial, hingga haji yang mengumpulkan umat dari berbagai belahan dunia. Melalui Halal bi Halal, umat Islam diajak untuk mengingat dan menjalankan nilai silaturrahim sebagai bagian esensial dari keimanan mereka, menggarisbawahi pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama untuk memperkuat persatuan dan kasih sayang antar umat.

Dalam suasana pasca pemilihan presiden yang seringkali ditandai dengan ketegangan dan perpecahan, prinsip silaturrahim muncul sebagai elemen penting untuk menyatukan kembali masyarakat. Perbedaan dalam pilihan politik, seyogianya sebuah refleksi dari dinamika demokrasi, kerap kali malah memicu permusuhan dan konflik.

Dalam konteks inilah silaturrahim berfungsi sebagai jembatan penting yang menghubungkan perbedaan, mengajarkan tentang nilai kesalingpahaman dan pentingnya rekonsiliasi. Silaturrahim mengajak semua pihak untuk melihat melewati perbedaan pilihan politik dan mengingatkan pada esensi yang lebih mendalam tentang identitas bersama sebagai anggota masyarakat yang sama, mencairkan ketegangan dan perbedaan menjadi persatuan dan harmoni sosial yang lebih besar.

Mengadopsi silaturrahim dalam praktik politik menantang konvensi yang ada, dimana arena politik seringkali dilihat sebagai medan pertarungan kepentingan yang penuh dengan persaingan. Namun, inilah waktunya untuk merenungkan kembali nilai-nilai etika dan moral yang mendasari silaturrahim, bukan hanya sebagai konsep spiritual atau sosial, tetapi sebagai fondasi untuk membangun politik yang lebih etis dan beradab. Ini menuntut komitmen bersama untuk mengutamakan kepentingan kolektif di atas segalanya, sebuah proses yang memerlukan kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan. Dengan berlandaskan pada nilai keadilan, kebaikan, dan kasih sayang, silaturrahim menawarkan kunci menuju ruang politik yang lebih inklusif dan harmonis, memperkuat demokrasi sambil merajut kembali ikatan sosial, dan mengubah perbedaan menjadi kekuatan penyatuan.

Momen Halal bi Halal, simbol dari tradisi silaturrahim, memegang potensi besar dalam meredakan perselisihan dan memperbaiki hubungan yang mungkin retak karena perbedaan pandangan, termasuk dalam lingkup politik atau sosial. Esensi tradisi ini, yang mengajak untuk saling memaafkan, mendorong praktik kejujuran, keikhlasan, penerimaan (ridha), dan penyerahan diri (tawakal) kepada Allah SWT, bukan hanya membuka ruang untuk rekonsiliasi namun juga mengundang refleksi mendalam terhadap nilai-nilai kebersamaan.

Dengan saling memaafkan, individu diajak melepaskan dendam atau kesalahpahaman, memberi kesempatan bagi hubungan yang lebih sehat dan harmonis. Praktik ini menawarkan model interaksi sosial berbasis nilai positif, sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang kerap terfragmentasi oleh perbedaan, mendukung pembangunan masyarakat yang lebih inklusif dan toleran.

Selanjutnya, Halal bi Halal mengajarkan bagaimana nilai-nilai positif yang dipromosikannya bisa diterapkan sepanjang waktu, bukan hanya saat perayaan. Ini tentang komitmen individu untuk menjaga hubungan antar manusia dengan dasar kejujuran, keikhlasan, penerimaan, dan kepercayaan.

Lebih lanjut, pengajaran dari Halal bi Halal bisa menjadi dasar untuk membangun dialog dan kerjasama antar komunitas, kelompok, dan individu, mendorong masyarakat menuju keadaan yang lebih damai dan harmonis. Melalui pemahaman dan praktik silaturrahim, perbedaan diharapkan diterima dan dirayakan sebagai keindahan kehidupan bersama, menunjukkan kekuatan dan potensi silaturrahim dalam memperkaya interaksi sosial dan memperkuat jaringan komunitas.

Oleh : Jasminto, Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang

Jangan lupa temukan juga kami di Google News.