Gulir ke bawah!
Nasional

Rapat Paripurna DPR RI Setujui RUU Minerba Perubahan Keempat

17685
×

Rapat Paripurna DPR RI Setujui RUU Minerba Perubahan Keempat

Sebarkan artikel ini
Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2). (Foto/Istimewa)

Koma.id – Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2), menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi undang-undang.

“Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang,” kata Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir.

Silakan gulirkan ke bawah

RUU tersebut disetujui dalam rapat yang dihadiri oleh 311 dari 579 Anggota DPR RI, yang mencakup seluruh perwakilan fraksi partai politik di DPR RI. Persetujuan itu pun dilakukan setelah berbagai fraksi menyampaikan persetujuannya terhadap RUU tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyampaikan bahwa pembahasan RUU Minerba itu dilaksanakan secara intensif, rinci, dan cermat, dengan mengedepankan musyawarah untuk mufakat.

Pelibatan seluruh elemen masyarakat dalam pengelolaan tambang, mulai dari usaha kecil menengah, koperasi, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, diperlukan sebagai wujud demokrasi ekonomi yang inklusif.

“Perkenankan kami menyerahkan RUU Minerba untuk mendapatkan persetujuan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang terhormat ini,” kata Doli.

Adapun sejumlah poin revisi dalam RUU tersebut di antaranya, adanya perubahan skema untuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) ataupun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dari yang semula sepenuhnya melalui mekanisme lelang, kini berubah menjadi skema prioritas melalui mekanisme lelang.

Skema itu diterapkan dalam rangka memberikan keadilan pembagian sumber daya alam kepada semua komponen bangsa, baik bagi pengusaha usaha mikro kecil menengah (UMKM) maupun koperasi, termasuk BUMD.

DPR dan pemerintah pun sepakat untuk membatalkan wacana pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi dalam RUU Minerba. Sebaliknya, pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), hingga badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi.

Kemudian pemberian konsesi kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan juga diatur dalam RUU Minerba. Pemberian izin itu pun sudah disepakati antara eksekutif dan legislatif.

Empat Poin Utama Perubahan RUU Minerba

– Meningkatkan Keterlibatan Berbagai Pihak

Pemerintah mendorong koperasi, usaha kecil dan menengah (UMKM), serta badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan untuk terlibat dalam industri pertambangan.

Selain itu, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan usaha swasta yang bekerja sama dengan perguruan tinggi.

 

– Menjamin Kepastian Pasokan Bahan Baku

RUU ini memastikan pasokan bahan baku bagi BUMN yang memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, terutama yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

 

– Mendorong Hilirisasi Industri Pertambangan

Pemerintah mempercepat hilirisasi sektor pertambangan agar dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

 

– Mewujudkan Pemerataan dan Keadilan

Revisi ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dan pemerataan ekonomi sesuai dengan prinsip demokrasi ekonomi yang tercantum dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

 

Perubahan Pasal-Pasal dalam RUU Minerba

Beberapa pasal yang mengalami perubahan dalam RUU Minerba ini meliputi:

– Penyesuaian dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

Perbaikan pada Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A, dan Pasal 169A.

 

– Definisi Studi Kelayakan

Perubahan pada Pasal 1 Ayat 16.

 

– Prioritas Kebutuhan Dalam Negeri

Pasal 5 mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor, dengan prioritas untuk BUMN yang berperan dalam kepentingan masyarakat luas.

 

– Integrasi Sistem Perizinan Berbasis Elektronik

Pasal 35 Ayat 5, Pasal 51 Ayat 4 dan 5, serta Pasal 60 Ayat 4 dan 5 mengatur bahwa WIUP Batu Bara akan diberikan secara prioritas melalui sistem perizinan berusaha elektronik yang dikelola pemerintah pusat.

 

– Reklamasi dan Perlindungan Pasca-Tambang

Pasal 100 Ayat 2 mewajibkan Menteri untuk melibatkan pemerintah daerah dalam pengawasan reklamasi dan mitigasi dampak pasca-tambang bagi masyarakat setempat.

 

– Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

Pasal 108 menekankan pentingnya program tanggung jawab sosial dan lingkungan, pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan pertambangan, serta pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.

 

– Audit Lingkungan

Pasal 169A mengatur kewajiban audit lingkungan bagi perusahaan tambang.

 

– Penanganan IUP Bermasalah

Pasal 171B menetapkan bahwa IUP yang diterbitkan sebelum undang-undang ini berlaku dan memiliki tumpang tindih wilayah berdasarkan evaluasi pemerintah pusat akan dicabut dan dikembalikan kepada negara.

 

– Pemantauan dan Evaluasi UU

Pasal 174A mengatur mekanisme pemantauan dan evaluasi Undang-Undang.

Jangan lupa temukan juga kami di Google News.