Koma.id – Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2), menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi undang-undang.
“Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang,” kata Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir.
RUU tersebut disetujui dalam rapat yang dihadiri oleh 311 dari 579 Anggota DPR RI, yang mencakup seluruh perwakilan fraksi partai politik di DPR RI. Persetujuan itu pun dilakukan setelah berbagai fraksi menyampaikan persetujuannya terhadap RUU tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyampaikan bahwa pembahasan RUU Minerba itu dilaksanakan secara intensif, rinci, dan cermat, dengan mengedepankan musyawarah untuk mufakat.
Pelibatan seluruh elemen masyarakat dalam pengelolaan tambang, mulai dari usaha kecil menengah, koperasi, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, diperlukan sebagai wujud demokrasi ekonomi yang inklusif.
“Perkenankan kami menyerahkan RUU Minerba untuk mendapatkan persetujuan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang terhormat ini,” kata Doli.
Adapun sejumlah poin revisi dalam RUU tersebut di antaranya, adanya perubahan skema untuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) ataupun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dari yang semula sepenuhnya melalui mekanisme lelang, kini berubah menjadi skema prioritas melalui mekanisme lelang.
Skema itu diterapkan dalam rangka memberikan keadilan pembagian sumber daya alam kepada semua komponen bangsa, baik bagi pengusaha usaha mikro kecil menengah (UMKM) maupun koperasi, termasuk BUMD.
DPR dan pemerintah pun sepakat untuk membatalkan wacana pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi dalam RUU Minerba. Sebaliknya, pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), hingga badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi.
Kemudian pemberian konsesi kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan juga diatur dalam RUU Minerba. Pemberian izin itu pun sudah disepakati antara eksekutif dan legislatif.
Empat Poin Utama Perubahan RUU Minerba
– Meningkatkan Keterlibatan Berbagai Pihak
Pemerintah mendorong koperasi, usaha kecil dan menengah (UMKM), serta badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan untuk terlibat dalam industri pertambangan.
Selain itu, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan usaha swasta yang bekerja sama dengan perguruan tinggi.
– Menjamin Kepastian Pasokan Bahan Baku
RUU ini memastikan pasokan bahan baku bagi BUMN yang memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, terutama yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.
– Mendorong Hilirisasi Industri Pertambangan
Pemerintah mempercepat hilirisasi sektor pertambangan agar dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
– Mewujudkan Pemerataan dan Keadilan
Revisi ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dan pemerataan ekonomi sesuai dengan prinsip demokrasi ekonomi yang tercantum dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Perubahan Pasal-Pasal dalam RUU Minerba
Beberapa pasal yang mengalami perubahan dalam RUU Minerba ini meliputi:
– Penyesuaian dengan Putusan Mahkamah Konstitusi
Perbaikan pada Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A, dan Pasal 169A.
– Definisi Studi Kelayakan
Perubahan pada Pasal 1 Ayat 16.
– Prioritas Kebutuhan Dalam Negeri
Pasal 5 mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor, dengan prioritas untuk BUMN yang berperan dalam kepentingan masyarakat luas.
– Integrasi Sistem Perizinan Berbasis Elektronik
Pasal 35 Ayat 5, Pasal 51 Ayat 4 dan 5, serta Pasal 60 Ayat 4 dan 5 mengatur bahwa WIUP Batu Bara akan diberikan secara prioritas melalui sistem perizinan berusaha elektronik yang dikelola pemerintah pusat.
– Reklamasi dan Perlindungan Pasca-Tambang
Pasal 100 Ayat 2 mewajibkan Menteri untuk melibatkan pemerintah daerah dalam pengawasan reklamasi dan mitigasi dampak pasca-tambang bagi masyarakat setempat.
– Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 108 menekankan pentingnya program tanggung jawab sosial dan lingkungan, pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan pertambangan, serta pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.
– Audit Lingkungan
Pasal 169A mengatur kewajiban audit lingkungan bagi perusahaan tambang.
– Penanganan IUP Bermasalah
Pasal 171B menetapkan bahwa IUP yang diterbitkan sebelum undang-undang ini berlaku dan memiliki tumpang tindih wilayah berdasarkan evaluasi pemerintah pusat akan dicabut dan dikembalikan kepada negara.
– Pemantauan dan Evaluasi UU
Pasal 174A mengatur mekanisme pemantauan dan evaluasi Undang-Undang.