Koma.id– Hashim Djojohadikusumo, adik dari Presiden terpilih Prabowo Subianto, mengungkapkan adanya kebocoran pendapatan negara sebesar Rp 300 triliun yang disebabkan oleh 300 pengusaha sawit nakal. Dalam diskusi bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) pada 12 Oktober 2024, Hashim menyebut pengusaha-pengusaha tersebut terlibat dalam pengemplangan pajak dari bisnis sawit yang dijalankan secara ilegal.
Menurut Hashim, Prabowo sudah mengantongi nama-nama pengusaha yang diduga terlibat dalam skema ini. Informasi tersebut diterima Prabowo dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh. Bahkan, data ini juga telah dikonfirmasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Ia melanjutkan bahwa nilai pajak yang belum dibayar mencapai Rp 300 triliun, sebuah angka fantastis yang mengindikasikan betapa besarnya dampak dari kebocoran ini terhadap kas negara.
Hashim, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, menjelaskan bahwa kebanyakan dari perkebunan sawit ini berdiri di atas kawasan hutan secara ilegal, sehingga aktivitas mereka tidak terpantau oleh otoritas pajak. Meskipun sudah diingatkan, pembayaran pajak hingga kini belum dilakukan.
“Dan kami dapat data bisa sampai Rp 300 triliun yang belum bayar ini. Ini data yang dihimpun dari pemerintah. So, saat ini Pak Prabowo, kita sudah dapat daftar 300 lebih, saya tidak lihat kawan-kawan Kadin di dalam daftar itu, tapi akan saya cek lagi,” tambah Hashim.
Masalah kebocoran pendapatan negara bukanlah isu baru bagi Prabowo Subianto. Sejak kampanye Pilpres 2014, Prabowo kerap menyoroti celah kebocoran anggaran ini, dan kebijakan terkait pengawasan pajak menjadi salah satu fokus utamanya.
Untuk menangani masalah ini, Prabowo telah menyiapkan langkah strategis, yakni pembentukan Kementerian Penerimaan Negara. Rencana ini sebelumnya berupa pembentukan Badan Penerimaan Negara, namun akhirnya diputuskan untuk menjadi kementerian guna memperkuat pengawasan dan penerimaan negara, terutama dari sektor-sektor yang selama ini lolos dari pengawasan.
“Ada Asta Cita ke 8 itu Badan Penerimaan Negara. Itu jadi Kementerian Penerimaan Negara. Menterinya sudah ada,” ungkap Hashim.