Gulir ke bawah!
BeritaNasional

Rapat Kerja Komisi X dan Kemendikbud Memanas, Anggota DPR Gebrak Meja dan Marahi Nadiem Makarim

34846
×

Rapat Kerja Komisi X dan Kemendikbud Memanas, Anggota DPR Gebrak Meja dan Marahi Nadiem Makarim

Sebarkan artikel ini
Anita Jacoba Gah, Anggota Komisi X DPR RI luapkan emosi terhadap kinerja Kemendikbud dalam rapat kerja (5/6). (dok. TV Parlemen)

Koma.id – Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim beserta jajarannya tengah menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya, rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (5/6) ini berlangsung alot dan memanas. Salah satu penyebabnya ialah saat perwakilan Fraksi Demokrat yakni, Anita Jacoba Gah menyampaikan emosinya.

Pada rapat itu, Nadiem menyampaikan alokasi pagu indikatif belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Kemendikbudristek tahun anggaran 2025 yang mencapai angka anggaran yakni sebesar Rp 83 trulliun. Angka tersebut menurun sekitar Rp 15 triliun dari anggaran tahun sebelumnya. Nadiem pun menyampaikan permintaan usulan kenaikan anggaran sebesar Rp 25 triliun. Anita pun membelah keheningan ruang rapat dengan menyampaikan kritik terkait alokasi anggaran yang diberikan kepada Kemendikbudristek dan mempertanyakan keefektifan penggunaan anggaran tersebut.

Silakan gulirkan ke bawah

“Pak Menteri dan jajaran yang saya hormati, kita semua mengetahui ada kekurangan anggaran sebesar Rp 15 triliun. Namun, mari kita sembari koreksi diri. Apakah anggaran yang sudah diberikan sebegitu banyaknya pada tahun 2024 ini sudah digunakan dengan baik atau belum,” ucap Anita.

Anita kemudian menyebut bahwa realisasi anggaran Kemendikbud masih bermasalah karena tidak sampai kepada penerima atau peruntukannya. Anita memberi contoh, di daerah pemilihan (dapil)-nya di Nusa Tenggara Timur (NTT), ada 17 bangunan sekolah yang sampai sekarang belum selesai pembangunannya, padahal sudah dianggarkan sejak tahun 2021.

“Sampai hari ini Pak Menteri berulang kali saya katakan bahwa masih banyak persoalan terhadap realisasi anggaran dan penyerapan anggaran itu ke daerah. Transfer daerah itu banyak persoalan. Sampai sekarang, guru yang sudah lolos PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) belum dikasih SK (surat keputusan). Di Provinsi NTT belum, mereka belum terima SK,” kata Anita yang langsung menunjuk Nadiem.

“Guru-guru daerah terpencil masih banyak yang belum terima juga tunjangannya, Banyak bangunan sekolah yang masih terbengkalai, padahal dari 2021 anggarannya. Saya kasih contoh di Kabupaten Kupang ada 17 bangunan sekolah dari 2021 sampai sekarang tidak terselesaikan,” ujarnya. Ditambah lagi, menurut Anita, persoalan realisasi anggaran dari Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan dana bos.

Saat itu, Anita sempat menantang Kemendikbud untuk turun bersama langsung ke lapangan memeriksa apakah PIP diterima dengan baik oleh penerimanya. Pasalnya, banyak yang masuk data penerima, tetapi tidak pernah menerima hak mereka. “Kalau Anda hanya turun, turun hanya di dinas, semua jawabannya bagus. Tapi coba turun ke rakyat, turun ke penerima orangtua, kalau enggak lihat itu orangtua punya air mata. Omong kosong, nama ada, SK ada, uang nol. Sampai hari ini,” katanya diakhiri dengan nada tinggi.

Ia juga mengatakan, jajaran pejabat Kemendikbud yang saat ini tidak memberikan solusi di bidang pendidikan untuk daerah tertinggal. Padahal, menurutnya, terdiri dari orang-orang pintar dan berpendidikan. “Hanya membuat persoalan di daerah, yang tertinggal tetap tertinggal, yang guru menangis tetap menangis. Bicara plafon digital, mana keadilan untuk daerah 3 T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Enak daerah-daerah yang sudah ada internetnya diberikan terus, tapi kita yang daerah 3 T yang tidak ada internetnya dibiarkan begitu saja. Mana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Pak Menteri? Saya sangat kecewa,” kata Anita sambil sesekali memukulkan tangan ke meja.

Oleh karena itu, Anita mengatakan, tidak perlu ada penambahan anggaran untuk Kemendikbud dalam alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Bahkan sebaliknya, Anita meminta agar pimpinan Komisi X DPR RI melayangkan rekomendasi ke KPK agar memeriksa anggaran di Kemendikbud. “Saya minta bapak ibu pimpinan, kita berikan rekomendasi kepada KPK, periksa apa yang ada di Kemendikbud karena ini ada banyak persoalan, PIP, KIP, dana bos, banyak hancur ini. Tolong ibu saya minta ke pimpinan, kita berikan rekomendasi ke KPK, periksa dari tahun 2021, 2022, 2023. Enggak usah tambah anggaran kalau memang banyak korupsi, uang negara habis bukan untuk rakyat,” kata Anita dengan kesal.

Anita menilai kinerja Kemendikbud tidak memberikan solusi pada negara, hanya membuat persoalan di daerah. Anita kembali menyebut bahwa anggaran Kemendikbud tidak usah ditambah karena banyaknya persoalan yang telah ia jabarkan sebelumnya. “Saya yakin dan percaya sampai ini anggaran turun karena Tuhan itu lihat air mata orang miskin. Jadi kalau anggaran turun, jangan marah, mungkin inilah kehendak Tuhan supaya kita koreksi diri, setop, dan bertobat kalau mau lihat bangsa ini baik,” katanya.

Jangan lupa temukan juga kami di Google News.