Koma.id – Wacana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bentuk pengkhianatan terhadap reformasi. Reformasi menghendaki pemberantasan korupsi maka dibentuklah salah satu lembaga yang konsen terhadap itu.
Hal itu sebagaimana diungkapkan Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab dalam keterangannya pada Senin (13/6/2022).
“Persoalannya, muncul karena personal dan institusinya kerap terlibat dalam tarik menarik kepentingan, baik politik, hukum, sosial,” kata dia.
Ditegaskan Fadhli, pada akhirnya, muncul banyak persepsi minor bahwa KPK tidak independen, lembaga superbody, lemah, tebang pilih, bahkan diasosiasikan dengan alairan keagamaan konservatif taliban.

“Tidak mudah memang membenahi KPK tetapi tidak mesti dibubarin. Setiap kepemimpinan barangkali punya prioritas dalam upaya pemberantasan korupsi, kalau dulu lebih banyak OTT, mungkin sekarang lebih kepada upaya pencegahan,” katanya.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan secara tegask tak akan terpengaruh dengan upaya dari berbagai pihak yang menyuarakan pembubaran lembaga antirasuh tersebut.
“KPK tentu tak terpengaruh dengan opininya, kami lanjut bekerja yang terbaik, bersama masyarakat berikhtiar menurunkan nomor korupsi,” kata Ali Fikri.
Seperti diketahui, salah satu pihak pihak yang mengusulkan KPK dibubarkan adalah Novel Baswedan. Novel beranggapan jika KPK tidak dibubarkan, maka Firli Bahuri ia tuding akan menyelaraskan kerja pemberantasan sesuai rencana mantan Kabarhakam Polri itu.
Bahkan melalui laman Twiiter pribadinya, Novel menuding penanganan korupsi era Firli hanya pura-pura dan pemborosan semata.
Selain itu, mantan pegawai KPK lainnya yang juga mengusulkan pembubaran lembaga antirasuah adalah Rasamala Aritonang.
Dasar usulan pembubaran itu dikarenakan hasil survei lembaga Indikator Politik Indonesia mengungkapkan data menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap KPK.
Tinggalkan Balasan