Koma.id- Kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025 menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak berat bagi para pengusaha, khususnya di tengah kondisi fiskal yang masih tergolong sulit. Menurutnya, dengan situasi ekonomi yang belum stabil, kenaikan UMP yang signifikan justru akan memperburuk daya saing dan meningkatkan beban operasional bagi sektor usaha.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah memerlukan penerimaan negara yang lebih besar untuk mendukung berbagai program unggulan Presiden Prabowo Subianto, seperti penyediaan makan bergizi gratis bagi masyarakat. Program-program tersebut memerlukan pendanaan yang tidak sedikit, sementara sektor usaha menghadapi kesulitan di tengah tingginya biaya produksi.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kebijakan ini. Mereka meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait dasar perhitungan yang digunakan untuk menetapkan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen.
Di sisi lain, pakar hukum perburuhan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, juga memberikan pandangan kritis terhadap keputusan pemerintah. Menurutnya, kebijakan kenaikan UMP 6,5 persen ini bisa menjadi keputusan yang problematik, karena berpotensi menambah ketegangan antara pengusaha dan pekerja, serta memicu dampak negatif terhadap iklim investasi di Indonesia.