Koma.id- Pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengenai kebutuhan multifungsi TNI memicu kekhawatiran dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi ini khawatir bahwa pernyataan tersebut dapat menjadi langkah awal untuk menghidupkan kembali konsep dwifungsi ABRI, yang pernah dikritik karena memberikan peran ganda kepada militer dalam urusan keamanan dan politik selama era Orde Baru.
Koalisi Masyarakat Sipil berpendapat bahwa Panglima TNI seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan semacam itu karena wilayah politik dan kebijakan seharusnya diurus oleh pemerintah dan parlemen. Mereka menilai bahwa pernyataan tersebut melangkahi batasan tugas militer dan bisa menciptakan preseden berbahaya yang mengaburkan pemisahan antara ranah militer dan sipil.
Namun, dari pihak militer, Kapuspen TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar menegaskan bahwa dalam situasi tertentu, peran multifungsi TNI diperlukan untuk mendukung masyarakat sipil. Menurutnya, kondisi di lapangan sering kali memerlukan keterlibatan TNI dalam berbagai aspek, tidak hanya terbatas pada pertahanan, tetapi juga dalam membantu masyarakat menghadapi krisis dan keadaan darurat.
Debat tentang multifungsi TNI ini menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan pengamat dan aktivis hak asasi manusia, yang menilai bahwa penghidupan kembali peran ganda militer dapat merusak reformasi sektor keamanan yang telah diperjuangkan selama dua dekade terakhir. Mereka mengingatkan bahwa dwifungsi ABRI telah menyebabkan dominasi militer dalam politik dan pemerintahan pada masa lalu, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam situasi yang penuh dinamika ini, pertanyaan kritis muncul: Apakah Indonesia sedang menuju era baru keterlibatan militer dalam urusan sipil, atau ini hanyalah langkah pragmatis untuk menghadapi tantangan kontemporer?