Koma.id- RUU TNI yang menjadi usulan inisiatif DPR kini mendapat sorotan tajam dari publik. Dalam rancangan undang-undang ini, dibuka peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan di berbagai kementerian dan lembaga negara, termasuk yang menangani bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, SAR Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. Selain itu, prajurit aktif juga dapat ditempatkan di kementerian atau lembaga lain yang membutuhkan sesuai dengan kebijakan Presiden.
Pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengkritik keras revisi pada Pasal 47 ayat (2) UU TNI ini. Menurutnya, kebijakan baru ini bertentangan dengan semangat reformasi yang selama ini diperjuangkan.
Fahmi menegaskan bahwa klausul baru yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan di kementerian atau lembaga lain sesuai kebijakan Presiden adalah aturan yang sangat fleksibel dan berpotensi disalahgunakan.
Fahmi menilai bahwa aturan ini mengancam profesionalisme TNI dan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Keterlibatan prajurit aktif dalam jabatan-jabatan sipil dinilai mengaburkan garis tegas antara militer dan sipil yang selama ini dijaga dalam reformasi.
Jika diterapkan, RUU ini bisa menjadi langkah mundur bagi demokrasi dan reformasi militer di Indonesia, memperkuat dominasi militer dalam urusan sipil dan melemahkan kontrol sipil atas angkatan bersenjata.