Koma.id – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa membeberkan dalang di balik anomali kenaikan harga beras beberapa waktu belakangan, di saat stok beras nasional aman.
“(Kenaikan harga beras) pada Januari-Februari 2024 ini anomali, karena kok tiba-tiba naik begitu cepat, sampai harga beras rata-rata nasional di angka Rp 15.950 dari Rp 14.700 (per kilogram). Untuk itu, saya selalu sampaikan kenaikan Januari dan Februari ini anomali,” ungkap Andreas, dikutip dari Beritasatu.com, Selasa (12/3/2024).
Lantas, apa penyebab anomali kenaikan harga beras? Menurut Andreas, krisis beras diatur sebagai justifikasi pemerintah untuk menyetujui perjanjian impor beras 3,6 juta ton untuk 2024, pada Desember tahun lalu. Padahal, dia menilai stok beras dalam negeri masih aman.
“Di Januari ada pernyataan menteri menandatangani kontrak pembelian beras dari Thailand 2 juta ton dan dari India 1 juta ton, dari India masih diragukan. Namun, minggu yang lalu pemerintah menyampaikan bahwa sudah ada kontrak tambahan lagi 1,6 juta ton. Berarti total ada 3,6 juta ton. Nah karena itu pemerintah perlu mencari justifikasi,” ujarnya.
Andreas menilai, pemerintah ingin menunjukkan bahwa impor seolah menjadi solusi jalan pintas dalam menjaga ketersediaan stok dan menstabilkan harga beras dalam negeri.
Di saat yang bersamaan, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data kerangka sampel area untuk produksi padi pada Desember 2023 lalu. Data itu menunjukkan bahwa akan terjadi defisit beras mencapai 1,63 juta ton pada Januari 2024 dan 1,15 juta ton pada Februari 2024. Totalnya, akan ada defisit beras 2,78 juta ton beras.
“Itu yang terus-menerus disampaikan oleh pemerintah dan itu menimbulkan kepanikan pasar. Masyarakat berpikir, wah kita dalam kondisi gawat. Padahal, defisit beras Januari-Februari itu memang siklus tahunan,” jelas Andreas.
Tak sampai di situ, fenomena panic buying kepanikan masyarakat untuk membeli beras di pasar semakin menggebu karena kosongnya stok beras di ritel modern akibat pembelian beras yang dijatah per orang.
“Satu orang hanya boleh beli satu bungkus dan beberapa ritel modern yang benar-benar kosong difoto lalu disebarkan ke mana-mana. Ya masyarakat tambah panik,” pungkas dia.
Menurut Andreas, lonjakan harga beras di awal 2024 ini merupakan akumulasi dari kesalahan komunikasi pemerintah kepada masyarakat publik, dalam menyampaikan informasi ketersediaan stok beras nasional.
“Sehingga yang pertama saya pandang, kenapa Januari-Februari 2024 terjadi gejolak yang relatif tinggi? itu karena kesalahan komunikasi pemerintah. Padahal, sesungguhnya beras sangat amat aman,” kata Andreas.
Adapun stok beras nasional pada awal 2023 mencapai sekitar 4,06 juta ton. Sementara, stok beras nasional pada awal 2024 mencapai sekitar 6,7 juta ton.
“Harusnya pemerintah menyampaikan bahwa Januari-Februari kita akan surplus 3,9 juta ton, sehingga masyarakat tenang. Tapi yang dilakukan tidak seperti itu, sehingga harga beras bergejolak,” tandasnya.