Koma.id- Gelombang protes menentang RUU Penyiaran terus berlanjut, dengan jurnalis dari berbagai daerah ikut serta dalam aksi penolakan. Kali ini, jurnalis dari Bogor menggelar aksi teatrikal yang bertujuan untuk menyampaikan pesan penolakan terhadap RUU Penyiaran terbaru. Aksi ini mencerminkan kekhawatiran mereka terhadap bahanga dari RUU tersebut pada kebebasan pers dan independensi media.
Aksi teatrikal ini tidak hanya sebagai simbol protes, tetapi juga sebagai upaya untuk menarik perhatian publik dan pemerintah terhadap isu-isu yang diabaikan dalam proses penyusunan RUU tersebut.
Para jurnalis menganggap RUU Penyiaran ini berpotensi membatasi ruang gerak media dan mengancam kebebasan berekspresi. Mereka menuntut agar suara mereka didengar dalam penyusunan undang-undang yang akan berdampak langsung pada profesi jurnalis dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan tidak bias.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, menyatakan bahwa keterlibatan publik dalam proses legislasi ini sangat penting. Menurutnya, masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk jurnalis, akan membuat RUU Penyiaran lebih komprehensif dan dapat diterima oleh semua pihak. Jadi kembali ia tegaskan bahwa keterlibatan publik akan menghasilkan undang-undang yang lebih baik dan adil.
Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Presiden Joko Widodo belum menerima draf revisi Undang-Undang Penyiaran secara resmi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan tahapan yang telah dilalui dalam proses revisi ini. Publik dan para jurnalis berharap bahwa pemerintah akan lebih terbuka dan melibatkan lebih banyak pihak dalam penyusunan kebijakan yang krusial ini.