Koma.id, Jakarta – Para alumni Presiden Mahasiswa, BEM dan Senat kampus menyoroti manuver civitas akademika dalam beberapa hari terakhir yang menyita perhatian publik.
Mereka mempertanyakan suara atau aspirasi para akademisi dari berbagai Perguruan Tinggi mulai dari UI, UII, UGM, Unhas dan beberapa perguruan tinggi lainnya yang disampaikannya jelang Pemilu 2024.
“Seolah bersuara menuntun pemilu yang adil dan bebas kecurangan. Lantas apakah suara mereka adalah suara kejujuran atau aspirasi titipan,” tanya mereka, hari ini.
Untuk diketahui, para alumni BEM, Presiden mahasiswa dan Senat Kampus yang ikut bergabung adalah Bhirawa Ananditya Wicaksana (Ketua BEM KM Institut Pertanian Bogor 2019-2020), Abd. Fatir Kasim (Ketua BEM-Universitas Hasanudin 2019-2020), Eko pratama (Ketua BEM Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2019-2022), M. Rifaldy S. ibura ( Ketua BEM Universitas Negeri Gorontalo 2020), Reza Setiawan (Ketua BEM Universitas Raharja 2018-2019).
Selain itu, juga ada Rafli Maulana (Ketua BEM Universitas Sultan ageng tirtayasa 2019), Nur Solihin (BEM STHI 2019), Darul husaini (Wakil Ketua BEM Universitas Islam Bandung 2021-2022), Dinno Ardiansyah (Ketua BEM univesitas Trisakti 2019), Fatih Fida Ain (Ketua BEM Universitas Jendral Soedirman 2019-2020), dan Abdul Azzam Lathif (Presma LIPIA Jakarta 2021).
Disisi lain, lanjut mereka, gerakan para akademisi nampak terbelah. Sebab, Rektor Unhas dan UGM mengatakan bahwa pernyataan sivitas akademika bukan pernyataan yang mewakili institusi.
“Lalu atas dasar apa mereka bergerak? Bagi sekelompok partisan memang mengatakan bahwa pemilu curang dengan alasan yang juga politis tetapi masyarakat mayoritas menyambut baik jalannya pemilu. Lalu orang-orang tersebut bersuara atas aspirasi siapa,” sambungnya.
Oleh karenanya, mereka berpesan kepada para akademisi agar bersuara Pemilu 2024 harus berjalan secara jujur dan adil serta bebas dan rahasia, dan semua pihak agar menjaga kondusifitas dan mengutamakan perdamaian.
Berikutnya, Kampus harus terbebas dari narasi politik kebencian, adu domba, hasut dan politik identitas yang dapat menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat.
“Evaluasi Kemendikbud karena disinyalir tidak fokus terhadap fungsi pengembangan dan pembinaan tenaga pendidik di kampus. Serta Evaluasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam upaya pengembangan riset ilmu pengetahuan, serta patut diduga menjadi alat kepanjangan tangan partai politik tertentu,” sebutnya.
Selanjutnya, pesan mereka adalah mengajak kepada semua elemen khususnya anak muda untuk turut aktif dalam sukseskan proses demokrasi, menggunakan hak pilihnya dan hindari golput. Serta mewaspadai segala potensi kecurangan yang ada di semua tahapan pemilu.
“Proses estafet kepemimpinan bangsa harus terus berjalan serta memastikan Keberlanjutan pembangunan demi cita-cita Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.