Koma.id- Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi, menyoroti kisah jatuhnya Nicolae Ceausescu dalam Revolusi Rumania sebagai pelajaran bagi para pemimpin yang terlalu percaya diri dengan dukungan elite khususnya tentara.
Ceausescu, yang memerintah sejak 1974, merasa tak tergoyahkan berkat sokongan penuh dari militer, Partai Komunis Rumania (PCR), dan media massa. Dengan keyakinan itu, ia menjadi pemimpin otoriter yang jumawa dan tak lagi mendengarkan suara rakyat.
“Dia merasa sangat kuat, hingga membuatnya jadi diktator yang super jumawa,” ujarnya.
Namun, keangkuhannya berujung petaka. Pada 21 Desember 1989, gelombang perlawanan rakyat tak terbendung. Ketidakpuasan yang terpendam akhirnya meledak, membuat tentara terpecah, sebagian besar justru berbalik mendukung rakyat.
Ceausescu yang awalnya dielu-elukan akhirnya ditangkap saat berusaha melarikan diri. Pengadilan darurat memvonisnya bersalah, dan pada 25 Desember 1989, ia bersama istrinya dieksekusi mati.
“Pelajaran penting dari peristiwa Ceausescu adalah: jangan terlalu yakin dengan kuatnya kekuasaan hanya karena merasa berhasil merangkul mayoritas elit. Kegagalan Ceausescu hanya satu, yakni gagal merangkul rakyat!” ucapnya.
Bagi Islah, tragedi Ceausescu menunjukkan bahwa sebesar apa pun kekuasaan tidak boleh terlalu percaya diri hanya karena mendapat dukungan elite. Kesalahan terbesar seorang pemimpin adalah mengabaikan rakyat dan menganggap mereka lemah. Kenyataannya, ketika kesabaran rakyat habis, kekuatan mereka justru melampaui elite politik dan militer sekalipun.
“Tanpa dia sadari, ternyata gerakan rakyat jauh melebihi kekuatan elit politik dan keberaniannya tak mudah disurutkan mesiu tentara,” tandasnya.