Koma.id – Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Surakarta terus berkomitmen dan tingkatkan upaya pencegahan peredaran narkoba melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi. Tetapi, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada pemahaman dan partisipasi aktif dari masyarakat.
Berkolaborasi antara BNN dan media, diharapkan informasi yang benar mengenai pencegahan dan pemulihan penyalahgunaan narkoba dapat tersebar luas, sehingga masyarakat tidak lagi merasa takut atau ragu untuk mencari bantuan dan memanfaatkan fasilitas yang tersedia.
Hal ini penting mengingat Kota Surakarta menempati peringkat kedua di Jawa Tengah dalam hal peredaran narkoba, di bawah Kota Semarang yang berada di peringkat pertama.
Kepala BNN Kota Surakarta, AKBP I Gede Nakti Widhiarta, menyebut data tahun 2023 menunjukkan setidaknya ada 130 kasus peredaran narkoba yang berhasil diungkap di wilayah Solo Raya.
“Kota Solo menempati peringkat kedua dalam peredaran narkoba di Jawa tengah, setelah Semarang. Yang mana pada tahun 2023 setidaknya ada 130 kasus peredaran narkoba yang berhasil diungkap. Dan sejauh ini yang paling banyak adalah jenis sabu,” jelasnya (12/6).
Angka ini terbilang besar dan menunjukkan betapa seriusnya permasalahan narkoba di kota ini. Nakti menduga bahwa tingginya angka peredaran narkoba ini berkaitan erat dengan perkembangan pesat yang dialami kota Solo. Yang mana kondisi ini seringkali sejalan dengan peningkatan peredaran narkoba di masyarakat.
“Di Solo ini banyak pintu yang bisa dimasuki. Selain itu Solo adalah kota yang sedang berkembang pesat. Dan hal ini biasanya sejalan dengan tingkat peredaran narkoba di dalamnya,” lanjut Nakti.
Disebutkan pula bahwa berdasarkan data yang berhasil diungkap, kebanyakan peredaran narkoba dilakukan melalui pengiriman paket. Sehingga kadang tidak terdeteksi.
Hal lain yang menjadi tantangan bagi BNN Kota Surakarta adalah ketakutan masyarakat untuk melapor saat mengalami ketergantungan narkoba. “Banyak yang takut akan kalau-kalau akan ditangkap, padahal BNN menjamin bahwa tidak ada penindakan hukum bagi mereka yang melapor dengan niat untuk pulih,” tegas Nakti.
Tantangan lain yang juga merupakan kesalahpahaman terkait program BNN di Masyarakat adalah pandangan bahwa untuk rehabilitasi akan dikenakan biaya tinggi. “Perlu saya tegaskan bahwa program rehabilitasi yang disediakan oleh BNN adalah gratis. Namun, saat ini BNN Kota Surakarta masih mengalami keterbatasan tempat rehabilitasi. Oleh karena itu, proses rehabilitasi akan dilakukan secara rawat jalan. Bagi mereka yang sudah parah, rawat inap akan dilakukan di beberapa rumah sakit rujukan yang telah bekerja sama dengan BNN,” ungkap perwira polisi yang sebelumnya bertugas di Polda bali itu.
Karena itulah, Nakti menyebut bahwa kolaborasi dengan media menjadi sangat penting dalam menyebarkan informasi yang benar mengenai pencegahan dan pemulihan penyalahgunaan narkoba.
“Media dapat membantu menjangkau lebih banyak orang dan menghilangkan ketakutan serta kesalahpahaman yang ada di masyarakat. Dengan dukungan media, BNN berharap informasi mengenai program-program pencegahan dan rehabilitasi dapat tersebar luas dan diterima dengan baik oleh masyarakat,” pungkasnya.