Koma.id- Berbagai pihak merespons Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan Partai Garda Republik Indonesia (Garuda) terkait aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur yang semula 30 tahun.
Putusan ini dianggap tidak logis dan bermuatan politis untuk memberikan kemudahan bagi Kaesang Pangarep maju di Pilkada Jakarta. Banyak yang membandingkan peristiwa ini dengan heboh soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Netizen pun membuat plesetan dari singkatan MK dan MA dengan sebutan “MK” sebagai kepanjangan dari “muluskan Kakak” dan “MA” sebagai “muluskan Adik”. Plesetan ini menunjukkan ketidakpuasan dan kecurigaan publik terhadap independensi lembaga-lembaga peradilan dalam konteks politik.
Di sisi lain, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dapat menindaklanjuti putusan ini. Pasalnyav6 putusan tersebut menyebabkan perubahan frasa pasal a quo yang bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pilkada. Hal ini menambah kerumitan dan kebingungan dalam pelaksanaan aturan pemilu di Indonesia.
Sementara itu, pakar kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menambahkan bahwa putusan ini tidak dapat diberlakukan pada Pilkada 2024. Pasalnya perubahan aturan yang signifikan seperti ini memerlukan waktu dan proses yang lebih panjang untuk mengimplementasikan secara adil dan konsisten.