Koma.id – Peneliti dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Annisa Azzahra, menyoroti kabar DPR RI yang hendak merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau UU TNI.
Menurut dia, niat itu mencerminkan keinginan untuk mengembalikan masa kejayaan TNI di era Orde Baru. Pada masa tersebut, militer tidak hanya bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan, tetapi juga terlibat dalam politik, penegakan hukum hingga ketertiban umum.
“Revisi UU TNI ini kelihatan ya mereka memang mau kembali mengambil masa kejayaan mereka itu. Apalagi kalau kita perhatikan, situasi yang saat ini di Indonesia dan juga dan juga pas jaman Orde Baru, itu agak mirip dalam segi, kita kayak kembali lagi ke rezim pembangunan,” ungkap Annisa, dalam paparannya di media briefing dan diskusi revisi UU TNI yang digelar secara daring pada Ahad, 19 Mei 2024.
Annisa mengatakan, ketika era Soeharto, semuanya serba orientasi pembangunan. Sama seperti pemerintahaan saat ini. Menurut dia, pembangunan berfokus pada satu subjek yaitu negara yang aman, yang melibatkan aparat di berbagai titik.
Dia merinci, menurut pemantauan PBHI, dari 150 Proyek Strategis Nasional (PSN) saat ini, ada 114 proyek yang melibatkan anggota TNI untuk berjaga dan mengamankan objek-objek investasi. Annisa menegaskan bahwa ketika negara terlalu fokus pada pembangunan dengan menggunakan pendekatan sekuritisasi, ini berpotensi mengarah pada negara yang otoriter.
“Negara yang otoriter artinya Hak Asasi Manusia itu tidak dihargai, kemudian supremasi sipil, demokrasi ya itu hanya bualan belaka saja,” imbuh dia.
Annisa menilai, revisi UU TNI ini menunjukkan bahwa tidak ada perubahan menuju demokrasi, tetapi justru TNI ingin mempertahankan kekuasaan yang sama, bukan menjadi militer yang lebih profesional. Kata dia, TNI saat ini seperti ingin menjadi ‘toko serba ada’ yang memiliki berbagai layanan yang dibutuhkan. Kurangnya diferensiasi antara tugas sipil dan militer, menurut Annisa, berpotensi meningkatkan absolutisme dan impunitas terhadap pelanggaran HAM.
Lebih lanjut, Annisa menambahkan, revisi UU TNI ini juga dilihat sebagai upaya TNI untuk melepaskan diri dari kontrol Presiden. “Secara struktur militer itu sangat besar dan juga mirip seperti pemerintah sipil pada dasarnya, karena dia ada di level nasional sampai ada di level daerah,” kata Annisa.
Wacana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali mencuat. Satu tahun yang lalu, kabar serupa terdengar publik dan mendapat kritik dari berbagai pihak.
Rencana itu dinilai dapat memicu kembalinya Dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru. Salah satu pasal yang akan direvisi dianggap akan memperluas peran TNI di ranah sipil, yaitu perubahan bunyi Pasal 3 ayat 1 dan 2. Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi, “Pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden” diubah menjadi “TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara berkedudukan di bawah Presiden”.