Koma.id – Pada 12 Mei 1998, ada sebuah peristiwa kelam yang dikenal dengan tragedi Trisakti.
Pada masa itu, ada empat mahasiswa Universitas Trisakti yang gugur diberondong peluru tajam.
Aksi tersebut terjadi ketika mahasiswa Universitas Trisakti turun ke jalan menuntut agar Presiden RI kedua Soeharto turun dari jabatannya.
Ketika aksi berlangsung, tiba-tiba mahasiswa ditembaki.
Dugaannya, pelaku adalah oknum aparat.
Akibat penembakan membabibuta itu, empat orang mahasiswa Universitas Trisakti tewas.
Keempatnya adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.
Keempat pemuda tersebut tewas tertembak di dalam kampus.
Tahun 1998 perekonomian Indonesia terganggu akibat krisis finansial Asia.
Mahasiswa kemudian melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Dilansir dari Kompas.com, mulanya mahasiswa Universitas Trisakti melakukan aksi damai dari Kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pukul 12.30.
Sayangnya, aksi mereka dihalangi oleh Polri yang disusul dengan kedatangan militer.
Beberapa mahasiswa kemudian mencoba untuk bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya pukul 17.15, para mahasiswa bergerak mundur.
Pergerakan ini diikuti dengan majunya aparat keamanan.
Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru mereka ke arah para mahasiswa.
Karena panik, mereka tercerai berai, sebagian besar melarikan diri dan berlindung di Universitas Trisakti.
Aparat keamanan tidak berhenti melemparkan tembakan peluru mereka. Satu per satu korban mulai berjatuhan dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras.
Penembakan yang terjadi terhadap mahasiswa diketahui tidak hanya dilakukan oleh aparat keamanan yang berada di hadapan para demonstran.
Dalam berbagai dokumentasi televisi, juga terlihat adanya tembakan yang berasal dari atas fly over Grogol dan jembatan penyebrangan.
Aparat keamanan tidak hanya menembaki mereka dengan peluru karet, tetapi juga menggunakan peluru tajam.
Wakil Ketua Komnas HAM, Marzuki Darusman, yang turut hadir di kampus Trisakti menyatakan adanya serangan terhadap kemanusiaan dalam menangani massa.
Mahasiswa yang menjadi korban dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras. Suasana memilukan pun sangat terasa di Unit Gawat Darurat RS Sumber Waras.
Dari aksi penembakan ini terdapat enam korban yang tewas.
Kemudian beberapa hari kemudian dipastikan ada empat mahasiswa Trisakti yang juga menjadi korban.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ditemukan serpihan peluru kaliber 5,56 mm di tubuh salah satu korban mahasiswa Universitas Trisakti, Hery Hertanto.
Hasil otopsi Tim Pencari Fakta ABRI juga mengungkapkan hasil yang sama.
Namun, Kapolri yang menjabat saat itu, Jenderal Pol Dibyo Widodo membantah jika anak buahnya menggunakan peluru tajam.
Kapolda Metro Jaya Hamami Nata juga menyatakan bahwa polisi hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet, dan gas air mata.
Persidangan terhadap enam terdakwa beberapa tahun kemudian juga tidak dapat menjawab siapa yang menjadi pelaku di balik peristiwa nahas tersebut.
Misteri penembakan ini masih terus menyelimuti sejarah kelam 12 Mei 1998.
Akan tetapi, empat mahasiswa yang tewas dalam Tragedi 12 Mei 1998 in dikenang sebagai Pahlawan Reformasi oleh pihak kampus.
Nama empat mahasiswa itu diabadikan menjadi nama jalan di Kampus Usakti, Nagrak, dan Bogor.