Koma.id – Ketua SETARA Institute, Hendardi menilai obsesi Presiden Jokowi untuk menunjuk suksesor dirinya, yang oleh sejumlah pihak diarahkan pada Ganjar Pranowo telah mengikis kewibawaan lembaga kepresidenan.
“Apalagi calon suksesor itu belum teruji kepemimpinannya dalam menyejahterakan rakyat. Justru di
tengah kontestasi semacam ini presiden seharusnya menjadi solidarity maker, mengefektifkan kepemimpinan dan menjadi wasit yang adil,” kata Hendardi dalam keterangannya pada Selasa (14/6/2022)
Dia menjelaskan, kesibukan Jokowi dalam menjalani profesi sebagai politikus mengakibatkan agenda-agenda
pemerintahan Jokowi juga diabaikan para menteri-menterinya.
Sementara, kata Hendardi, kebijakankebijakan baru yang diatur dengan regulasi presiden seperti Inpres No. 4/2022 tentang Percepatan Penanganan Kemiskinan Ekstrem, PP No. 23/2022 tentang Perubahan PP 45/2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan, justru, menurutnya, semakin menggambarkan paradoks kepemimpinannya.

“Program percepatan kemiskinan sulit dijalankan karena ego sektoral para menteri yang tidak bisa didisiplinkan Jokowi,” katanya.
“Pendekatan penanganan kemiskinan juga sering berupa giat karitatif dalam bentukbantuan-bantuan yang tidak akuntabel tanpa menyentuh aspek substantif akarkemiskinan, yakni ketidakadilan akses sumber daya, ketidakadilan akses atas tanah, ketidakadilan akses perbankan dan lain sebagainya,” sambungnya.
Ditegaskan Hendardi, setelah orkestrasi kampanye tiga periode untuk jabatan presiden gagal atau tertunda
menjadi agenda politik nasional, segera proses dan tahapan Pemilu 2024 akan dimulai.
Aktor-aktor politik, kata dia, telah dan akan terus berakrobat untuk memikat rakyat pemilih hingga
hari pencoblosan tiba.
“Bukan hanya elit politik di luar pemerintahan, para menteri Kabinet Jokowi juga memainkan peran politik sama. Dalam waktu lebih kurang 2 tahun kedepan, rakyat akan disuguhi sirkus politik yang nyaris tidak menyentuh kepentingan utama warga negara,” katanya.
Tinggalkan Balasan