Koma.id – Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando EMaS menuturkan bahwa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai organisasi yang resmi diakui negara dan memiliki kursi DPR RI tentunya memiliki konstitusi yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD, ART).

“Kalau ada persoalan internal tentunya hal itu diselesaikan melalui AD, ART yang berlaku.
Termasuk ketika ada sekelompok kader yang menginginkan Suharso Monoarfa mengundurkan diri dari Ketum PPP,” tegas Fernando Emas, hari ini.

Menurutnya, berdasarkan AD, ART, PPP meminta mundur Ketum ditengah masa jabatannya harus melalui Muktamar Luar Biasa yang diusulkan oleh pengurus Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Ia melihat, sampai saat ini belum ada kader PPP yang “mumpuni” dalam ketokohan untuk membawa partai berlambang Ka’bah tersebut untuk lebih baik pada pemilu 2024.

“Kalau PPP ingin tetap lolos parlementery threshold pada pemilu 2024 yang akan datang, memang harus mencari tokoh yang bisa diusung sebagai Cawapres pada Pilpres 2024 dipilih sebagai Ketum PPP melalui Muktamar Luar Biasa menggantikan Suharso,” tuturnya.

Dikatakannya, Suharso harus mau berbesar hati mempersiapkan meninggalkan posisi Ketum PPP dan mempersiapkan Muktamar Luar Biasa untuk memilih penggantinya.

“Seharusnya Suharso menyelesaikan pergerakan kader yang menginginkannya mundur dari posisi Ketum PPP. Kalau tidak segera diselesaikan akan membuka polemik internal PPP semakin besar,” jelasnya.

Selain itu, Fernando melihat kader yang meminta Suharso mundur dari PPP karena tidak puas atas keputusan berkoalisi dengan KIB. Kemungkinan mereka lebih menginginkan Anies Baswedan yang akan diusung oleh PPP karena dianggap lebih merepresentasikan umat Islam.

“Sepertinya mereka melihat kalau PPP bergabung dalam KIB hanya akan dijadikan “kuda tunggangan” untuk pasangan capres dan cawapres yang tidak akan memberikan manfaat untuk kepentingan meningkatkan suara PPP,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.